Minggu, 19 April 2015

Perihal Kehilangan


pada senjamu yang rekah ungu
aku gagal menerka waktu
tersesat di rerimbunan tubuhmu
hilang, menjadi rahasia yang tak sesiapa pun tahu
luruh merupa rindu yang paling piatu

pada geliat detak jam dinding
aku urung bertanya di doa-doa yang telah mongering
barangkali, tak ada yang setabah langit
mengulang kehilangan demi kehilangan yang maha pahit
dalam sajak-sajak yang wingit

Sepanjang Ciledug-Kedoya, 16/04/2015

Megatruh Kesunyian


subuh yang rubuh
masihkah kau izinkan aku berteduh
di dadamu yang rapuh
yang menyimpan deretan almanak lusuh
sebelum pagi hingar terjatuh

derap kakimu isyaratkan kepergian
terbata-bata gemakan detak kehilangan
pada ujung-ujung gang buntu
doa-doa membentur pintu waktu
merangkum resah yang kian piatu

bibir yang takzim menangkup sepi
di sinilah aku mengakhiri
rindu. saat usia kenangan menepi
menyisakan gores nyeri
hanya ada sunyi yang abadi

Tangerang, 14 April 2015

Sabtu, 11 April 2015

Sesaat



dan waktu merangkak lambat pada tepian malam. berbaris-baris pesan pendek seolah ingin mempersingkat jarak menjadi sepersekian detik. menafsirkan isyarat gelombang di antara kecipak lautan. kata-kata berebut mencari tempat singgah, di dada, di bahu, di alis matamu.

dan saat pagi tiba, rinduku telah sampai padamu. melewati jalan-jalan, menuju lobi, hingga tiba di ambang pelukanmu. sebuah kecupan bagaikan secangkir teh penyambut di muka pintu. sepasang mata yang badai memporak-porandakan paragraf demi paragraf yang telah tersusun, matamu.

dan aku yang kian tenggelam dalam samudra mimpi. berenang ke tepian hanyalah kesia-siaan, yang menjadikanku rindu untuk selalu kembali dan kembali pada tawa hangatmu. aroma tubuhmu seakan telah menyatu pada kulitku. meski tak pernah sama, kau-aku bukanlah dua orang yang berbeda.

dan kehilangan itu serupa ombak yang menghempas tanjung harapan, begitu tiba-tiba, begitu seketika. menenggelamkan isyarat demi isyarat, kenangan demi kenangan. kepingan realita menjadi jurus maut yang paling ampuh menaklukkan lembar ingatan. doa-doa memainkan peran sebagai penyembuh luka, barangkali begitulah seharusnya melupakan dengan cara merelakan.

Kedoya, 10.04.2015

*seperti pesanmu, tulislah...*

Solilokui Sunyi


pada dinding-dinding sepi yang mulai mengaduh
kutikam sebait rindu yang menemu jenuh
digenggam tanganmu, waktu seakan tak berkutik
terdiam dihantam derasnya laju detik

pada debar sunyi yang riuh menabuh
pada gurat setia yang hampir runtuh
akulah tembang segala musim
tempat wangi jarak dan bayangmu bermukim

barangkali kau hanya sepintal doa tak bernama
hanyut tak menemukan muara
sudahi saja semua perjalanan
kau-aku tak pernah segaris di mata tuhan

Tangerang, 09/04/2014

Malam Ini



malam ini aku kembali mengingatmu
membuka semua laci kenangan
foto-foto, setoples puisi dan beberapa buku
berlomba mengenang semua keindahan
tentang sosokmu

tak pernah ada yang salah
hanya terlalu banyak air mata
yang berulang kuseka
hingga hati pun bercelah
hancur, tercacah

adakah kau masih mengingatnya?

Tangerang, 7 April 2014

Malam Gerhana



bulan berwarna merah
doa-doa telah lama tertatah
ia yang hanyut terlelap
dibekap gelap
ada yang tak dapat diraba
sepasang luka memerah saga
rindu yang pecah, membara
malam gerhana di beranda

Tangerang, 04/04/2015