Jumat, 03 November 2017

Adakah Yang Lebih Bergemuruh Dari Serangkaian Doa Yang Rebah Di Dada?


kemungkinan adalah jarak terjauh dari penantian
seperti pintu-pintu yang kadang terbuka
menerima segala kedatangan-kepergian
dan kau, yang gagap membaca peta
menghitung hari demi hari yang terlupakan

aku memasang mata dalam setiap kotak pesan
barangkali kau membukanya dan mengirim balasan
meski kekecewaan kerap kali harus ditelan
sebab rindu, katamu, tak membutuhkan alas an

di sana, kau menunjuk sebuah kota
diam-diam aku mengamini segala
pada apa-apa yang menjadi semoga
adakah yang lebih bergemuruh dari serangkaian doa yang rebah di dada?

Tangerang, 02.11.2017

Selamat Datang


aku ucapkan pada siang yang lengang
pada kata-kata bergemuruh terbang
bebas lepas, menggapai cakrawala
menerjang segala cuaca

semisal rindu tak lagi menemu arah tuju
biarkan doa-doa, jauh melaju
dalam hening dalam senyap dalam diam
bait demi bait begitu fasih menerjemahkan kelam

selamat datang, sunyi
biarlah kutata hati
menjadi sedemikian sepi
untuk mencintai diri sendiri


Tangerang, 29 Oktober 2017

Memorabilia


dari aroma masa lalu
sebuah ingatan diam-diam terhidu
melimpah, menandai lorong waktu
begitu riuh tergagap haru
serupa hitam, putih, dan abu-abu

kenangan serupa aliran air dari ceret lurik ibu
yang tak pernah lelah mengantarkan rindu
menjelma apa pun di dalam dadaku
entah air mata -- entah sekedar pilu
hingga masa lalu kembali menyeru di muka pintu

Tangerang, 22 Oktober 2017

Di Taman Situ Lembang

: Pa

danau dengan deretan teratai; melambai
memanggil-manggil ingatan yang terbingkai
di antara kepak sayap dua angsa di tengah danau
dan engkau
adalah hangat pelukan yang tak terjangkau

pada kenangan kali ini aku mengalah
membiarkan segala tentang kau menjadi anugerah
atas sebuah ingatan yang datang tiba-tiba
pada sudut kelopak mata
pada detak senyap di dada


Tangerang, 12 Oktober 2017

Di Taman Tangkuban Perahu


kanak-kanak ramai bermain ayunan
di sela gugur dedaunan
ada bayang dirimu yang malu-malu
lebih dari 35 tahun yang lalu

di taman tangkuban perahu
kenangan singgah satu demi satu
dan dadaku
diam-diam menangkup haru


Tangerang, 10 Oktober 2017|

Di Taman Ayodya


jika pesanku tak juga sampai
tunggulah di taman itu agar mampu kugapai
segala duka segala lara segala nestapa
akan kubuat menjadi rangkaian semoga
yang berakhir dengan doa-doa
meski kesedihan pernah merambat di dada
begitu sesak begitu meluka

di sini, di taman ayodya
perjalanan kita akan kembali bermula


Tangerang, 8 Oktober 2017 (E)

Perpisahan


pada lorong mana lagi kaupalingkan rindu
sedang kesunyian telah mengiris-iris pergelangan waktu
tak ada isyarat, maupun air mata
melepasmu adalah kecemasan yang tak kuduga

kau yang pernah bermukim di dada
pada tiap hela napasku mengada
pada setiap perbincangan kata

entah mengapa kaupilih keheningan sebagai takdir
mendiamkan segala percakapan berakhir
membiarkan musim demi musim bergulir

kecuali perpisahan
adakah yang lebih menyakitkan dari sebuah lambaian tangan?


Tangerang, 7 Oktober 2017 (E)

Pada Senja


senja ini aku mengingatmu
menyibak rimbun kenangan masa lalu
tak ada yang segetir ingatan
semakin ingin dilupa semakin membelit angan
pada detik ke sekian di ujung waktu
tubuhku gigil menafsir rindu yang beku


Tangerang, 6 Oktober 2017 (E)

Hujan


telah sampai gigil pepohonan
pada lebat rumah ingatan
guguran bunga kenanga di halaman
fasih menghapus jarak kecemasan

hujan turun sepanjang petang
saat curah pertama menggenang
udara kian temaram
dan sepi selalu merasuk diam-diam


Tangerang, 27 September 2017

Jalan Pulang


di antara lamat azan dan salawat
senja pecah mencari alamat
terbatabata mengeja segala penat
pada temaram yang tak kunjung padam
menuju-Mu sebagai jalan pulang


Tangerang, 21 September 2017

Dinding Karang


sedalam apa aku mengenalmu?
ketika kata-kata membentur dinding karang
kau katakan bahwa jarak bukanlah penghalang
sajak demi sajak berlarian di dadaku, menujumu
masih ada yang ingin dipertahankan
bukan sekedar alasan kebersamaan

tetaplah seperti dinding karang
tak lekang diterjang gelombang


Tangerang, 19 September 2017 (E)

Secangkir Cinta



secangkir cinta yang kuseduh untukmu
belum lagi tandas, saat sore itu
kulihat kecemasan menggenang di kelopak matamu
menari-nari meminta perhatianmu

hanya secangkir cinta, tanpa gula-gula pemanis
yang kadang malah membuatmu menahan tangis
begitu haru -- sebab air mata adalah salam paling puitis
dan cinta, katamu, adalah semoga yang tak habis-habis

Tangerang, 17 September 2017

Surut


ketika laut surut
angin pun susut
kita hanya diam, tak beringsut
suara kenangan melintas sayup-sayup
betapa langit menjadi gugup
menerka takdir pertemuan yang kian redup


Tangerang, 16 September 2016|

Pada Senggigi


: untuk M

di sini kita pernah bersama
dan aku tak akan lupa
pada senggigi yang biru senantiasa=
pada debur ombaknya yang tak jera
seperti kenangan yang tersimpan di dada
sarat doa-doa


Tangerang, 14 September 2017

Canting*


tubuhku sebatang bambu
dengan kepala tembaga, tertunduk di atas api tungku
menggores lengkung dan garis pada lintangan kayu

setiap gerakku bagai penari
berlenggak-lenggok di atas selembar mori
mencipta mantra-mantra warna, ke kanan dan ke kiri

setiap tetesan malam membawa harapan
entah itu cecek, klowong, atau pun tembokan*
sebab aku adalah cerita tentang kesabaran
-- yang tak tergantikan

Tangerang, 10 September 2017

*Canting adalah alat yang dipakai untuk memindahkan atau mengambil cairan malam yang digunakan untuk membatik.

*cecek, klowong, dan tembokan adalah jenis-jenis canting yang digunakan untuk membuat pola batik.