kuingin tersesat saja di matamu
agar
selalu menjadi nomor satu
yang
tahu saat kau
terbangun
dari sadarmu
Tangerang,
16 Desember 2019 (am)
kuingin tersesat saja di matamu
agar
selalu menjadi nomor satu
yang
tahu saat kau
terbangun
dari sadarmu
Tangerang,
16 Desember 2019 (am)
ingatan-ingatan berhamburan
pada
sebuah halaman
mendung
di ujung jalan
tinggalkan
sederet kenangan
kelopak
kemuning luruh
dihantam dadamu yang gemuruh
Tangerang, 15 Desember 2019 (am)
ingin menjadi bantal atau gulingmu
atau,
sekadar alarm pengingat waktu
menyusup
dalam mimpi
di lelap malammu yang sunyi
diam-diam kugambar sepasang hati
Tangerang,
14 Desember 2019 (am)
tak kutemukan wajahmu di antara
lipatan
cuaca
mungkinkah
bayang ingatan
berkhianat
menjauhi tapak kenangan
sedangkan
dadaku telah rapuh menerima
goresan pesanmu yang kian alpa
dan malam ini, aku pun lupa mencatat senyummu!
Tangerang, 4 Desember 2019 (am)
malam disekap segala alas an
huruf-huruf
riuh berlompatan
mungkin
bukan selamat tinggal
meski
percakapan juga tak akan kekal
sisa
pesan beberapa malam
seperti
rindu yang hampir tenggelam
luka
demi luka, menumpuk diam-diam
seakan
kembali menjumpai masa silam
Tangerang, 1 Desember 2019 (am)
telah kukubur segala kebahagiaan
segala
ingin, dan pengharapan
pada
petak waktu bernama kenangan
apa-apa yang pernah terjadi
kini menjadi tak berarti
seperti kata-kata yang terluka
maka biar puisi saja yang bicara
Tangerang, 19 November 2019 (am)
penerimaanku, ialah sebaik-baiknya waktu
yang
(sesungguhnya) tak mengharap abai dari semestamu
entah
berapa musim harus menunggu
hingga
tak ada lagi huruf bagi namamu
tertulis
dalam deretan ragu
Tangerang,
9 November 2019 (am)
sendiri, kuucapkan selamat pagi
pada
embun yang hampir pergi
bersama
hangat secangkir kopi
sendiri,
kupandangi sisa pesan semalam
seperti rindu yang hampir tenggelam
kata demi kata menumpuk diam-diam
sendiri,
kulalui banyak persimpangan
apalah
arti erat genggaman
jika
hati masih mencari alasan
Tangerang,
5 November 2019 (am)
duapuluhtujuh hari merengkuh hitam-putihmu
berharap
setangkup doa segera sampai dadamu
waktu
yang tak berpihak mengalahkan segala
mematahkan
bayang ingatan antara kita
senja
itu langit bergambar kepedihan
embus
angin ucapkan selamat jalan
bungabunga
rindu jatuh berguguran
kita
pun berada di persimpangan
jangan
katakan selamat tinggal
sebab
sajaksajak akan selamanya kekal
meski
diamdiam ia harus patah
;
atau terluka parah
Tangerang,
1 November 2019 (am)
seperti dadaku yang kauberi pelukan
sekejap.
meninggalkan sisa -- menyisakan kesan
angin
singgah menitip pesan
dari
jendela yang kerap terbuka
kau
datang dan pergi sebaik-baiknya
mungkin bagimu; luka adalah biasa
Tangerang, 30 Oktober 2019 (am)
ingatan yang berlarian
silih
berganti dengan kecemasan
di
antara isak dan leleh air mata
yang
menjelma sebaris doa
adalah
engkau -- yang tak terkatakan
Tangerang,
28 Oktober 2019 (am)
mungkin, kebahagiaan memang hanya sebentar
setelah
sedemikian banyak percakapan yang terlontar
dan
hati kita yang telanjur mekar
mungkin,
tiba saatnya badai dating
tempat segala kecemasan berpulang
dalam ingatan yang akan kita kenang
maka,
kutinggalkan sajak-sajak separuh jadi
sebelum
engkau pergi
--
kali ini
Tangerang, 25 Oktober 2019 (am)
nada-nada yang kerap singgah
membentur
segala kisah
yang
kau mainkan malam itu
serupa
gelisah yang abai tercatat waktu
nyaringnya
musik di kepalaku
melantunkan
komposisi rindu
saat
pagi membelah cakrawala
menyisakan
ingatan yang sia-sia
dan
percakapan hanyalah partitur kenangan
yang
tertinggal di ujung catatan
Tangerang, 25 Oktober 2019 (am)
mimpi yang kau tawarkan tadi malam
tak
juga pergi hingga pagi menjelang
percakapan
serupa igau
demi
mengenang ingatan-ingatan lampau
dan
kau, yang di ujung kelam
begitu gugup ucapkan salam
Tangerang, 22 Oktober 2019 (am)
aku cemburu pada waktu
waktu
yang selalu memilikimu
memilihmu
untuk tidak atau akan menyapaku
atau
sekadar memberi tanda
pada
setiap kalimat yang senantiasa
kukirim, dan kubungkus doadoa
baiknya
kita pahami saja
apaapa
yang menjadikan kisah ini ada
kemudian
menyimpan segalanya
dalam
diam yang kian nganga
Tangerang, 21 Oktober 2019 (am)
kita adalah sepasang
kerap
kali tak acuh, tetapi saling menggenggam
mengingat
segalanya dalam diam
pada
setiap kotak pesan kuselipkan doa
dan
ketabahan -- tanpa kata-kata
karena
rindu mungkin hanya butuh jeda
lalu
apa bedanya kau dengan bayangan
tak
mampu kurengkuh, dalam pelukan
Tangerang, 19 Oktober 2019 (am)
kutemukan kesedihan di beranda
sepi
yang memukul-mukul jendela
memaksa
masuk lewati dada yang tabah
dada
yang kerap menahan basah
air
mata. maka bertahanlah...
meski doa-doa terkadang begitu patah
Tangerang, 10 Oktober 2019 (am)
pada sepi yang kerap mengepung
kegembiraan
telanjur mekar di ujung
sunyi
yang mengintai seperti maut
menyelubungi
pikiran yang kian kalut
kau
adalah ingatan yang tak terjangkau
aku,
sedada kenangan, dari musim yang lampau
setelah dua puluh puisi kautulis
menjadi
candu yang paling iblis
mengenangnya
baris demi baris
atas nama kenangan yang sungguh manis
lalu
kau hujankan tangis di atas kertas itu
diam-diam
kau larung juga pada malam yang beku
sesudah
ini mungkin kau akan selalu mengenangnya
sebagai
bunga yang paling merah
sebagai
musim yang penuh gairah
sampai
waktu melenyapkannya; tiba-tiba
Tangerang, 7 Oktober 2019 (am)
sekian hari yang terlewati
tak
pernah kuanggap pergi -- kau hanya sembunyi
mungkin
melarikan jejak diri
atau pergi meninggalkan janji
katamu,
kita tak punya kenangan
sebab
ada yang belum selesai diterjemahkan
maka
buatlah kenangan, kataku diam-diam
agar
kalimat demi kalimat tak lagi salah paham
agar
ayat demi ayat yang telah ditulis menemu tujuan
dan
selalu ingat jalan kepulangan
Tangerang, 5 Oktober 2019 (am)
: Arwan Maulana
kali
ini tak ada lagi gigil
meski
kata-kata kerap memanggil
menyurutkan
gegap rindu yang menuju
tulip
merah di tengah salju
nyatanya,
janji kian renta
jarak
membinasakan harap yang pernah ada
sementara
musim berjatuhan dari balik jendela
membeku
di kaki kenangan -- pada suatu masa
Tangerang. 3 Oktober 2019 (am)
kadang sebentuk genggaman, lain waktu sekadar tatapan
tiba-tiba
jarak tak lagi bersekat
kaukah
yang datang tersesat?
Tangerang, 1 Oktober 2019
: Erwin Ryan Prakarsa
aku
menemukan ritmis masa silam
dari
balik lipatan kenangan
waktu
yang gegas beterbangan
tiba-tiba
gemuruh menyulut ingatan
angka-angka
berjatuhan dari almanak
masih
sanggupkah kau menampung sejenak
lagu-lagu
yang pernah kita nyanyikan
meski
musim kerap terabaikan
dan
aku pun terhanyut, pada petikan
gitarmu
yang kesekian
Tangerang, 27 September 2019
: Taufik Sandjojo
sunset
bukanlah sekadar matahari terbenam
bagi
orang-orang yang paham
tentang akrilik dan kanvas
saat jemari berselendang kuas
sunset
adalah awal dari senja
kebermulaan
dari malam yang meraja
kelam
hitam mewarnai pohon-pohon cemara
menyembunyikan
bayang-bayang asing dari balik mata
--
mata yang bahagia
Tangerang,
17 September 2019
saat pelajaran melukis kami tergesa melukis kota-kota
kelam
malam jatuh pada kanvas, di ujung meja
cahaya
demi cahaya memendar lewat lukisan kaca jendela
sebelum kabut pertama tiba
Tangerang,
12 September 2019
saat itu, bulan tersangkut di ranting pepohonan
sinarnya
terhalang kesunyian
hitam
adalah warna yang kaugoreskan
diam-diam dalam kanvas kehidupan
tak ada hijau. tak ada cokelat. tak ada
hanya gelap yang kian temaram; yang mampu kueja
Tangerang,
8 September 2019
jatuh tanpa pesan
basahi
sudut-sudut jalanan
rintiknya
menutupi jejak kesunyian
yang menggenang di bawah kaki kita
dalam semburat senja
Tangerang,
28 Agustus 2019