pada
duka mana lagi harus kupalingkan wajah
sedang
rindu tak mengenal kata sejarah
tangantangan
yang menggapai dalam gundah
mengunci mulutku dalam tasbih gelisah
ketika turun gerimis pertama yang basah
kau
kunangkunang yang riuh beterbangan
meniupkan
luka demi luka di atas kenangan
menerbangkan
sisa harapan di tangan
mati
sebelum padam lampu jalanan
sebelum
subuh menggemakan azan
kepedihan
singgah begitu sempurna
menetes
diamdiam di dalam dada
rinduku
sudah teramat ingin pulang
meski
perih sembilu akan menghadang
kupinta
restu dalam doadoa yang tualang
Sepanjang
Ciledug-Kedoya, 1 Oktober 2015 (E)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar