dan
waktu merangkak lambat pada tepian malam. berbaris-baris pesan pendek seolah
ingin mempersingkat jarak menjadi sepersekian detik. menafsirkan isyarat
gelombang di antara kecipak lautan. kata-kata berebut mencari tempat singgah,
di dada, di bahu, di alis matamu.
dan
saat pagi tiba, rinduku telah sampai padamu. melewati jalan-jalan, menuju lobi,
hingga tiba di ambang pelukanmu. sebuah kecupan bagaikan secangkir teh
penyambut di muka pintu. sepasang mata yang badai memporak-porandakan
paragraf demi paragraf yang telah tersusun, matamu.
dan
aku yang kian tenggelam dalam samudra mimpi. berenang ke tepian hanyalah
kesia-siaan, yang menjadikanku rindu untuk selalu kembali dan kembali pada tawa
hangatmu. aroma tubuhmu seakan telah menyatu pada kulitku. meski tak pernah
sama, kau-aku bukanlah dua orang yang berbeda.
dan
kehilangan itu serupa ombak yang menghempas tanjung harapan, begitu tiba-tiba,
begitu seketika. menenggelamkan isyarat demi isyarat, kenangan demi kenangan.
kepingan realita menjadi jurus maut yang paling ampuh menaklukkan lembar
ingatan. doa-doa memainkan peran sebagai penyembuh luka, barangkali begitulah
seharusnya melupakan dengan cara merelakan.
Kedoya,
10.04.2015
*seperti
pesanmu, tulislah...*