Senin, 27 Juli 2020

Tersesat Di Matamu

kuingin tersesat saja di matamu

agar selalu menjadi nomor satu

yang tahu saat kau

terbangun dari sadarmu

 

Tangerang, 16 Desember 2019 (am)

Mendung

ingatan-ingatan berhamburan

pada sebuah halaman

mendung di ujung jalan

tinggalkan sederet kenangan

kelopak kemuning luruh

dihantam dadamu yang gemuruh

 

Tangerang, 15 Desember 2019 (am)

Bunga Tidur

ingin menjadi bantal atau gulingmu

atau, sekadar alarm pengingat waktu

menyusup dalam mimpi

di lelap malammu yang sunyi

diam-diam kugambar sepasang hati

 

Tangerang, 14 Desember 2019 (am)

Malam Ini

tak kutemukan wajahmu di antara

lipatan cuaca

mungkinkah bayang ingatan

berkhianat menjauhi tapak kenangan

sedangkan dadaku telah rapuh menerima

goresan pesanmu yang kian alpa

dan malam ini, aku pun lupa mencatat senyummu!

 

Tangerang, 4 Desember 2019 (am)

Malam

malam disekap segala alas an

huruf-huruf riuh berlompatan

mungkin bukan selamat tinggal

meski percakapan juga tak akan kekal

 

sisa pesan beberapa malam

seperti rindu yang hampir tenggelam

luka demi luka, menumpuk diam-diam

seakan kembali menjumpai masa silam

 

Tangerang, 1 Desember 2019 (am)

Merayakan Kesedihan

telah kukubur segala kebahagiaan

segala ingin, dan pengharapan

pada petak waktu bernama kenangan

apa-apa yang pernah terjadi

kini menjadi tak berarti

seperti kata-kata yang terluka

maka biar puisi saja yang bicara

 

Tangerang, 19 November 2019 (am)

Ambigu

penerimaanku, ialah sebaik-baiknya waktu

yang (sesungguhnya) tak mengharap abai dari semestamu

entah berapa musim harus menunggu

hingga tak ada lagi huruf bagi namamu

tertulis dalam deretan ragu

 

Tangerang, 9 November 2019 (am)

Sendiri

sendiri, kuucapkan selamat pagi

pada embun yang hampir pergi

bersama hangat secangkir kopi

 

sendiri, kupandangi sisa pesan semalam

seperti rindu yang hampir tenggelam

kata demi kata menumpuk diam-diam

 

sendiri, kulalui banyak persimpangan

apalah arti erat genggaman

jika hati masih mencari alasan

 

Tangerang, 5 November 2019 (am)

Sajak Patah

duapuluhtujuh hari merengkuh hitam-putihmu

berharap setangkup doa segera sampai dadamu

waktu yang tak berpihak mengalahkan segala

mematahkan bayang ingatan antara kita

 

senja itu langit bergambar kepedihan

embus angin ucapkan selamat jalan

bungabunga rindu jatuh berguguran

kita pun berada di persimpangan

 

jangan katakan selamat tinggal

sebab sajaksajak akan selamanya kekal

meski diamdiam ia harus patah

; atau terluka parah

 

Tangerang, 1 November 2019 (am)

Sajak Di Ujung Oktober

pelupuk yang basah
katakata menuju entah
perjalanan pun selesai sudah

Tangerang, 31 Oktober 2019 (am)

Jendela Yang Terbuka

seperti dadaku yang kauberi pelukan

sekejap. meninggalkan sisa -- menyisakan kesan

angin singgah menitip pesan

dari jendela yang kerap terbuka

kau datang dan pergi sebaik-baiknya

mungkin bagimu; luka adalah biasa

 

Tangerang, 30 Oktober 2019 (am)

Kesedihanku

ingatan yang berlarian

silih berganti dengan kecemasan

di antara isak dan leleh air mata

yang menjelma sebaris doa

adalah engkau -- yang tak terkatakan

 

Tangerang, 28 Oktober 2019 (am)

Sebelum Engkau Pergi

mungkin, kebahagiaan memang hanya sebentar

setelah sedemikian banyak percakapan yang terlontar

dan hati kita yang telanjur mekar

 

mungkin, tiba saatnya badai dating

tempat segala kecemasan berpulang

dalam ingatan yang akan kita kenang

 

maka, kutinggalkan sajak-sajak separuh jadi

sebelum engkau pergi

-- kali ini

 

Tangerang, 25 Oktober 2019 (am)

Musik Di Kepala

nada-nada yang kerap singgah

membentur segala kisah

yang kau mainkan malam itu

serupa gelisah yang abai tercatat waktu

 

nyaringnya musik di kepalaku

melantunkan komposisi rindu

saat pagi membelah cakrawala

menyisakan ingatan yang sia-sia

 

dan percakapan hanyalah partitur kenangan

yang tertinggal di ujung catatan

 

Tangerang, 25 Oktober 2019 (am)

Mimpi

mimpi yang kau tawarkan tadi malam

tak juga pergi hingga pagi menjelang

percakapan serupa igau

demi mengenang ingatan-ingatan lampau

dan kau, yang di ujung kelam

begitu gugup ucapkan salam

 

Tangerang, 22 Oktober 2019 (am)

Cemburu

aku cemburu pada waktu

waktu yang selalu memilikimu

memilihmu untuk tidak atau akan menyapaku

atau sekadar memberi tanda

pada setiap kalimat yang senantiasa

kukirim, dan kubungkus doadoa

 

baiknya kita pahami saja

apaapa yang menjadikan kisah ini ada

kemudian menyimpan segalanya

dalam diam yang kian nganga

 

Tangerang, 21 Oktober 2019 (am)

Kali Ini Tentang Kita

kita adalah sepasang

kerap kali tak acuh, tetapi saling menggenggam

mengingat segalanya dalam diam

 

pada setiap kotak pesan kuselipkan doa

dan ketabahan -- tanpa kata-kata

karena rindu mungkin hanya butuh jeda

 

lalu apa bedanya kau dengan bayangan

tak mampu kurengkuh, dalam pelukan

 

Tangerang, 19 Oktober 2019 (am)

Kesedihan Di Beranda

kutemukan kesedihan di beranda

sepi yang memukul-mukul jendela

memaksa masuk lewati dada yang tabah

dada yang kerap menahan basah

air mata. maka bertahanlah...

meski doa-doa terkadang begitu patah

 

Tangerang, 10 Oktober 2019 (am)

Sepi

pada sepi yang kerap mengepung

kegembiraan telanjur mekar di ujung

 

sunyi yang mengintai seperti maut

menyelubungi pikiran yang kian kalut

 

kau adalah ingatan yang tak terjangkau

aku, sedada kenangan, dari musim yang lampau

 

Tangerang, 8 Oktober 2019 (am)

Tentang Kau Dengan Kenangannya

setelah dua puluh puisi kautulis

menjadi candu yang paling iblis

mengenangnya baris demi baris

atas nama kenangan yang sungguh manis

 

lalu kau hujankan tangis di atas kertas itu

diam-diam kau larung juga pada malam yang beku

 

sesudah ini mungkin kau akan selalu mengenangnya

sebagai bunga yang paling merah

sebagai musim yang penuh gairah

sampai waktu melenyapkannya; tiba-tiba

 

Tangerang, 7 Oktober 2019 (am)

Membuat Kenangan

sekian hari yang terlewati

tak pernah kuanggap pergi -- kau hanya sembunyi

mungkin melarikan jejak diri

atau pergi meninggalkan janji

 

katamu, kita tak punya kenangan

sebab ada yang belum selesai diterjemahkan

 

maka buatlah kenangan, kataku diam-diam

agar kalimat demi kalimat tak lagi salah paham

agar ayat demi ayat yang telah ditulis menemu tujuan

dan selalu ingat jalan kepulangan

 

Tangerang, 5 Oktober 2019 (am)

Tulip Merah Di Tengah Salju

: Arwan Maulana

 

kali ini tak ada lagi gigil

meski kata-kata kerap memanggil

menyurutkan gegap rindu yang menuju

tulip merah di tengah salju

 

nyatanya, janji kian renta

jarak membinasakan harap yang pernah ada

sementara musim berjatuhan dari balik jendela

membeku di kaki kenangan -- pada suatu masa

 

Tangerang. 3 Oktober 2019 (am)

Mimpi

kadang sebentuk genggaman, lain waktu sekadar tatapan

tiba-tiba jarak tak lagi bersekat

kaukah yang datang tersesat?

 

Tangerang, 1 Oktober 2019

Menemukan Masa Silam

: Erwin Ryan Prakarsa

 

aku menemukan ritmis masa silam

dari balik lipatan kenangan

waktu yang gegas beterbangan

tiba-tiba gemuruh menyulut ingatan

 

angka-angka berjatuhan dari almanak

masih sanggupkah kau menampung sejenak

lagu-lagu yang pernah kita nyanyikan

meski musim kerap terabaikan

 

dan aku pun terhanyut, pada petikan

gitarmu yang kesekian

 

Tangerang, 27 September 2019

Sunset Yang Terbit Di Sudut Kamarmu

: Taufik Sandjojo

 

sunset bukanlah sekadar matahari terbenam

bagi orang-orang yang paham

tentang akrilik dan kanvas

saat jemari berselendang kuas

 

sunset adalah awal dari senja

kebermulaan dari malam yang meraja

kelam hitam mewarnai pohon-pohon cemara

menyembunyikan bayang-bayang asing dari balik mata

-- mata yang bahagia

 

Tangerang, 17 September 2019

Pelajaran Melukis

saat pelajaran melukis kami tergesa melukis kota-kota

kelam malam jatuh pada kanvas, di ujung meja

cahaya demi cahaya memendar lewat lukisan kaca jendela

sebelum kabut pertama tiba

 

Tangerang, 12 September 2019

Bulan Tersangkut Di Ranting

saat itu, bulan tersangkut di ranting pepohonan

sinarnya terhalang kesunyian

hitam adalah warna yang kaugoreskan

diam-diam dalam kanvas kehidupan

tak ada hijau. tak ada cokelat. tak ada

hanya gelap yang kian temaram; yang mampu kueja

 

Tangerang, 8 September 2019

Hujan Hari Ini

jatuh tanpa pesan

basahi sudut-sudut jalanan

rintiknya menutupi jejak kesunyian

yang menggenang di bawah kaki kita

dalam semburat senja

 

Tangerang, 28 Agustus 2019

Kaktus

duri-duri yang kautanam sepanjang tubuh
begitu tajam menyeluruh
kepada ia yang jatuh di tanah tandus
yang mengirim puisi sunyi dalam pot kaktus
tumbuhlah tumbuh
bersama waktu yang kian gaduh


Tangerang, 27 Agustus 2019

Monstera

kepada kau -- yang tak mengenal musim
memekarkan segala kesejukan yang bermukim
hijau yang membungkus helai-helaimu
memudarkan segala ragu
maka, apalah arti kebahagiaan
jika garis demi garis telah selesai digoreskan


Tangerang, 10 Agustus 2019

Lukisan Bunga Matahari

siapa menanam cahaya di dada waktu?
kau senantiasa setia memunguti kelopak-kelopak rindu
yang riang bermekaran menuju

taman itu. sesekali kau intip dari jendela kamar
seperti matahari, batangmu begitu tegar
menjulur ke timur menanti kabar

seseorang akan datang hari ini
tiba-tiba kau merasa jauh lebih kuat dari
kali pertama kuncupmu hadir menebas sunyi


Tangerang, 27 Juli 2019

Duduklah Bersamaku

duduklah di sini bersamaku
menyulam waktu ke eaktu
letih tanganku, gugurkan kelopak kembang sepatu
di sudur taman itu

kini apa yang akan kita hitung
barangkali sisa usia yang kian rimbun
pada deretan almanac yang menggantung

sedang aku masih duduk di sini
menunggumu, melewati hari-hari


Tangerang, 18 Juli 2019

Juli

bulan setengah merah
kata-kata tak menemu kisah
seseorang terbakar cemburu; menyimpan gelisah


Tangerang, 20.07.2019

---

tiba-tiba ingatan mengapung di udara
seperti aku, yang membuka jendela
melihat dedaun kering beterbangan di antara
serpihan kenangan. kemudian jatuh di kedua
kakimu yang melangkah perlahan
sedang dadaku, begitu gemuruh menyimpan bayangan


Tangerang, 28 Juni 2019

Pulang

tak ada yang lebih diingatnya
selain suara jangkrik dan tanah pusara
juga lambai daun-daun sirih di beranda depan
sebab baginya itulah kampung halaman
segala ingatan yang menundukkan kenangan

tak ada yang paling diingat
selain perasaan-perasaan yang kerap melekat
seperti gema yang selalu berulang
membuat hati ingin kembali pulang


Tangerang-Bandung, 31 Mei 2019

Di Rumah Sakit

Subuh Di Rumah Sakit

hening menyelinap
setengah mata senyap
doa-doa melesap
ke langit lembab


Pagi Di Rumah Sakit

riuh derap kaki
mengusik deretan mimpi
tangisan di sana-sini
saat jarum-jarum menusuk buah hati


Siang Di Rumah Sakit

langkah-langkah berseliweran
separuh nyali mendadak kehilangan
adakah yang mampu menahan
segala takdir, segala kesakitan


Sore Di Rumah Sakit

infus yang masih menggantung
tusukan demi tusukan yang tak terhitung
seberapa nyeri harus ditanggung
seberapa deras air mata yang tertampung


Malam Di Rumah Sakit

tak ada malam-malam sunyi
selalu ramai riuh tangis di sini
kesedihan demi kesedihan tak ada yang menandingi
pun kematian sedekat nadi


RPA RS. Sari Asih, 11-17 Mei 2019

Membilang Mei

ia membilang satu demi satu angka
pada almanak di bulan kelima
lalu, setangkup doa
jatuh di penghujung senja

sepetak ruang di sebidang dada
penuh nyanyian nostalgia
hingga tak lagi tersisa
segala alpa
percayalah, tak pernah ada yang terlupa!


Tangerang, 10 Mei 2019|

Buitenzorg

kau paham, tak ada kecemasan di sini
bahkan hujan kerap datang sepanjang hari

sepanjang musim. berabad-abad yang lalu
hujan yang menyisakan rindu

seperti kekasih yang setia menunggu
saat kaujatuhkan kabut di batu-batu
di pagi itu


Bogor, 19 April 2019

Sehujan Ingatan

di luar, ia saksikan hujan menusuk tanah
sebelum derasnya meninggalkan jejak-jejak basah
pada halaman rumah

ia luput mengamati cuaca
membaca tanda-tanda di luar jendela
sedang bibirnya begitu sibuk merapal doa

lalu dibiarkannya langit menjatuhkan air mata
seperti ia menumpahkan seluruh isak di dada
mengabaikan peristiwa demi peristiwa
yang bermuara – memendam rahasia segala


Kedoya, 24 April 2019

Dari Balik Dinding

apa yang kaulihat dari balik dinding?
sepasang meja dan kursi saling bersanding
meski tak seperti perasaan-perasaan asing
yang berkelebat menanti sebuah jawab
sedang kita terlalu angkuh – mencarinya dalam bab demi bab
halaman demi halaman. Dalam sebuah buku
yang kita pahami sebagai sesuatu

barangkali, taka da yang menunggu di balik dinding itu
selain secangkir the yang telah kehabisan waktu


Tangerang, 20 April 2019

Jarak

kali ini ada yang sibuk mengeluh jarak
pesan-pesan terserak
namun gigil rindu tak lagi meninggalkan jejak
mungkin hujan yang jatuh di matanya sejak
pagi tadi, telah menghapus segala kenangan
-- segala ingatan


Kedoya, 15 April 2019|

Kabar Kepergian

: kawanku, Arief Dian Afandi

kudengar kabar tentangmu
kabar kepergianmu yang pilu
hari mendadak begitu mendung
air mata menggelayut murung
duka mengepung perlahan
ingatan tentangmu menjadi deret kenangan
betapa maha baiknya tuhan
mengenalkanmu sebagai sosok terbaik seorang kawan


Tangerang, 31 Maret 2019

Malam Mencekam

dua kucing hitam menggeram
di bawah sinar bulan temaram


Tangerang. 19 Maret 2019

Pagi

pada gegas pagi yang penuh harap
segala cemas rindu ragu tergagap
ada yang diam-diam tak selesai ditambat
serangkum doa yang terlipat
di sudut kanan amplop tanpa alamat
: untukmu, segala bercak sunyi telah kubebat


Tangerang, 14 Maret 2019|

Menatap Bulan Diatas Bukit*

bulan bulat di atas bukit
kuning berpendar dengan sedikit

kemilau. kelam malam melucuti
kenangan yang bangkit kembali
di rimbunan bunga-bunga kopi

gores hijau itu mungkin tentang kita
di sela-sela merah muda, biru dan jingga
seperti gerak udara yang begitu sempurna
menyimpan getar rahasia -- di rongga dada

Meruya, 20 Februari 2019

*Bulan Diatas Bukit adalah lukisan karya Popo Iskandar.

**Popo Iskandar lahir pada tanggal 18 Desember 1926 di Garut, Jawa Barat dan meninggal tanggal 29 Januari 2000 di Bandung.

Sebagai Bunyi

: Maulidan

kukenang kau sebagai bunyi
sebagai nyanyi hujan di tanah sunyi
dari rengkuh ingatan yang kerap sembunyi

di penghujung cuaca
daun-daun mengirim pesan yang tak terbaca
lantas jatuh di matamu sebagai rangkaian kata

kelak, kukenang kau sebagai bunyi
menjelma pada baris-baris puisi
yang abadi


Tangerang, 15 Februari 2019

Sembilan Baris Puisi Hujan

bukan musim penghujan
jika kau tak basah dalam genangan
angin dingin begitu menyengat
tak mampu dihalau dalam jubah hangat

kau yang melangkah begitu gegas
meninggalkan segala cemas
melihat kedatangan dan kepergian silih berganti
seperti tetes hujan yang mengalir sejak pagi

tak henti-henti


Tangerang, 9 Februari 2019

Hujan Memagut

 hujan memagut
dan jalan-jalan berhias kabut
pada sepelupuk mata
huruf-huruf tak dapat dieja
tertutup air yang melanda
pada sudut beranda
dengan wangi kenanga
yang menyembunyikan rahasia
bayangmu mendekap
kenangan terkunci senyap
tak mungkin diucap


Tangerang, 3 Februari 2019|

Hujan Dalam Simfoni

hujan, katamu, seperti rangkaian simfoni
lalu kau pun mulai menyusun bunyi-bunyi

ada petik gitar, terdengar sendu
seperti seseorang yang merindu

barangkali kau tak paham
hujan bukan sekadar langgam

yang bisa kau mainkan sesuka hati
lalu tiba-tiba berhenti


Meruya, 1 Februari 2019|

Di Beranda Saat Hujan Mulai Turun

kecuali derai air yang jatuh di atap
tak ada seorang pun yang bercakap-cakap
kita, hanya saling menatap

secangkir teh yang tak lagi hangat
dan sehampar masa lalu yang tak ingin diingat
hanya beranda ini yang masih mencatat

dalam ingatan yang beterbangan di udara
masihkah kita menyebutnya sebagai nostalgia?


Tangerang, 30 Januari 2019|

Gambar Di Kartu Pos

kau gambar hujan pada selembar kartu
airnya menitik satu persatu
membasahi tubuhmu

tatapanmu menembus cuaca
huruf-huruf lepas, luput terbaca
tertahan air yang jatuh dari mata

pada sudut kiri, seseorang tak berpayung
diam terpasung
dikepung gaung


Tangerang, 27 Januari 2019

Dua Puluh Empat Derajat


udara dua puluh empat derajat
dan mendung menggelayut sebagai isyarat
seperti daun-daun tertiup ke barat

ramalan cuaca hanya sekadar kata-kata
kau tahu, selebihnya adalah musim yang acap berubah
kadang langit begitu amat basah

udara masih dua puluh empat derajat; sudut jalan membeku
hujan berguguran di matamu
sesaat kenangan bergetar di dadaku


Tangerang, 25 Januari 2019|