Sabtu, 11 April 2015

Sesaat



dan waktu merangkak lambat pada tepian malam. berbaris-baris pesan pendek seolah ingin mempersingkat jarak menjadi sepersekian detik. menafsirkan isyarat gelombang di antara kecipak lautan. kata-kata berebut mencari tempat singgah, di dada, di bahu, di alis matamu.

dan saat pagi tiba, rinduku telah sampai padamu. melewati jalan-jalan, menuju lobi, hingga tiba di ambang pelukanmu. sebuah kecupan bagaikan secangkir teh penyambut di muka pintu. sepasang mata yang badai memporak-porandakan paragraf demi paragraf yang telah tersusun, matamu.

dan aku yang kian tenggelam dalam samudra mimpi. berenang ke tepian hanyalah kesia-siaan, yang menjadikanku rindu untuk selalu kembali dan kembali pada tawa hangatmu. aroma tubuhmu seakan telah menyatu pada kulitku. meski tak pernah sama, kau-aku bukanlah dua orang yang berbeda.

dan kehilangan itu serupa ombak yang menghempas tanjung harapan, begitu tiba-tiba, begitu seketika. menenggelamkan isyarat demi isyarat, kenangan demi kenangan. kepingan realita menjadi jurus maut yang paling ampuh menaklukkan lembar ingatan. doa-doa memainkan peran sebagai penyembuh luka, barangkali begitulah seharusnya melupakan dengan cara merelakan.

Kedoya, 10.04.2015

*seperti pesanmu, tulislah...*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar