di matamu, aku seperti kanak-kanak yang merengek minta bulan. menunggumu di sini, dengan setumpuk dongeng yang ingin kudengar sendiri dari bibirmu.
tiba-tiba
gelisahku pecah menjelma malam. kata-kata berhamburan menemu kelam. kucoba
tetap tabah melawan seribu ketidakpastian.
lalu,
di mana kucari wajahmu? mungkin kau telah menemukan pohon rindang yang
menawarkan keteduhan. maka berakhirlah semua perjalanan, hanya sampai di sini.
namun
di matamu angin tetap berhembus, utara ke selatan. meniup puisiku yang serupa
takdir, agar tak pernah berhenti mengalir.
Kedoya,
29/10/2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar