kau
batu
pada
senja yang sama, kau berdiri dalam angkuh
berderak
di tualang waktu
membisu sepenuh gemuruh
aku
yang beku, terdiam
membiarkan
hujan jatuh di matamu
dan
kemarau meranggas di dadaku
karena
kita memang tak pernah semusim
sebesar
apa pun keinginanku
menjadi
muara dari segala sunyimu
kau
tetap membatu
hingga
lidahku kelu, ditikam pilu
Tangerang,
26/09/2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar